Selasa, 10 April 2012

Cerpen aku yang dimuat di koran lokal ( Suara Rakyat) di Sibolga dan sekitarnya.


Wake me up when September ends
Oleh : Sofa Priyandayani Nasution

Matahari mulai menunjukkan dirinya. Sinarnya mulai menyinari bumi tempat manusia hidup dan berkembang. Bella melirik jam tangannya yang melingkar indah di tangan kanannya. “sudah jam 12.30” keluhnya.
Kijang hijau itu melaju kencang di jalan lintas yang menghubungkan antara sumatera barat dan sumatera utara. Disekelilingnya hanya ada pohon-pohon sawit yang tumbuh subur. Ayah Bella menjadi supir dalam perjalanan mereka setelah Ucok yang selama ini menjadi supir pribadi ayahnya dipecat. Kakak Bella, Bonia duduk di depan menemani sang ayah ngobrol, sedangkan Bella duduk di belakang sendirian, kepalanya mangut-mangut mengikuti alunan lagu yang ia dengar dari telepon genggamnya dengan menggunakan headset yang ia beli bulan lalu.

Tak ada lagi sesosok mama di keluarga Bella setelah pengadilan agama memutuskan ayah dan mama Bella resmi bercerai. Kehidupan mereka yang dulunya bisa dikatakan berlebihan sekarang berubah. Ayah Bella terlilit utang di Bank dan seluruh asset perusahaan di ambil alih oleh mama Bella. Itu semua membuat perusahaan ayah Bella bangkrut, rumah mewah mereka ditarik oleh Bank karena tak mampunya ayah Bella membayar utang yang jumlahnya banyak sekali.
Hari ini, mereka pindah ke Sibolga sebuah kota kecil di Sumatera Utara. Kakek Bella memiliki kebun kakao disana dan ayah Bella dipercayakan untuk merawatnya setelah kakek Bella meninggal. Selama ini ayah Bella menyuruh orang  kepercayaannya  untuk memelihara dan merawat kebun itu. Namun kali ini ayah Bella harus menanganinya sendiri karena ayah Bella tak lagi mampu untuk menggaji para pekerjanya.
Bonia kakak Bella yang kini tengah duduk di bangku kuliah semester tiga terpaksa pindah ke sebuah universitas swasta yang sangat sederhana di kota itu. Tapi baginya itu bukan menjadi masalah dia bisa menerima kenyataan yang menimpa keluarga mereka. Berbeda dengan Bella, dia selalu berontak setiap kali ayahnya membujuk untuk pindah sekolah dari SMA Negri di Jakarta ke SMA swasta yang ada di Sibolga. “ Ayah, aku bisa tinggal disini, aku bisa kos atau tinggal di rumah temanku, ayah tak usah khawatirkan aku, ayah cukup kirim uang bulanan aku disini. Lagi pula, aku sudah kelas 3, tak gampang untuk pindah sekolah ayah.” Itulah yang selalu menjadi alasan Bella dan ayah Bella cukup mengerti keinginan anak bungsunya itu.
Sungguh sangat tidak mungkin bagi ayah Bella membiarkan putrinya sendirian hidup di kota metropolitan itu. Kehidupan mereka kini berbeda dengan dulu. Jakarta adalah tempat orang-orang memegang prinsip “siapa Loe siapa Gue” hanya satu berbanding seribu yang mau saling membantu tanpa melihat background keluarga dan ekonomi seseorang.
Membiarkan Bella sendirian di Jakarta, sama seperti membiarkan Bella berenang menyebrangi Laut, itu hal yang sangat tidak mungkin bagi ayah Bella. Ayah Bella sangat mengerti Bella. Dia adalah seorang yang memiliki sifat iri terharap orang lain. Teman-temannya adalah orang-orang berada dari keluarga yang memiliki profesi yang berbeda-beda. Dia memiliki setiap barang yang merupakan trend 2000-an. Dan tak mungkin lagi untuk ayah Bella memfasilitasinya dengan itu semua ddalam keaadan seperti ini.
“ Sebentar lagi kita sampai” kata ayah Bella.
“ Hemm, jadi kita akan tinggal di rumah nenek yah, bukannya rumah nenek sudah tua, banyak kecoa atau hanya terbuat dari kayu, bambu..” ketus Bella.
“ Bella, stop! Kamu belum pernah ke rumah nenek. Rumah nenek tak seperti yang kau katakan, jadi jangan memperburuk keadaan. Kau sudah cukup dewasa untuk menerima ini.” Bonia angkat bicara.
Bella kembali memasang headsetnya berusaha menghindar dari perkataan-perkataan kakaknya Bonia. Sedangkan ayah Bella tertunduk dan mencoba kembali konsentrasi menyetir dengan keaadan wajah yang diselimuti rasa bersalah.
Kijang hijau itu berhenti di depan rumah yang lumayan besar. Rumah yang dicat dengan warna putih dan berlantai keramik putih itu tampak sedikit tua. Halamannya besar, dan di belakang rumah itu terdapat kebun kakao yang cukup luas. Sangat berbeda seperti yang Bella bayangkan.
“ Kita sampai, kalian masuklah dan pilihlah kamar untuk kalian beristirahat. Rumah nenek memliki dua kamar utama, kalian pakailah untuk dijadikan kamar kalian masing-masing. Ayah akan tidur di kamar tamu. Seminggu yang lalu ayah menyuruh pak Budi dan istrinya untuk membersihkan rumah, tetapi mungkin agak sedikit berdebu. Kalau ada masalah bilang ke ayah”
Ayah menjelaskan sedikit tentang keadaan rumah. Bonia dan Bella mengangguk dan bergegas masuk ke dalam rumah dengan membawa koper masing-masing. Bonia sengaja memperlambat jalannya agar Bella lebih dulu memasuki rumah dan memilih kamar yang dia suka. Bonia sangat mengerti Bella, dan dia sangat berharap Bella bisa betah di rumah nenek yang tak berpenghuni setelah kakek meninggal dua tahun yang lalu.
“ Ini yang jadi kamar  aku”. Bella memilih kamar utama yang paling besar dan dekat dengan kamar tamu. Kamar yang terletak tak jauh dari ruang keluarga itu cukup aman, jendelanya menghadap kebun kakao sehingga tampak indah dan hijau.
“ Semoga loe betah dan mulai terbiasa dengan kehidupan kita sekarang, ingat ini Sibolga bukan Jakarta.” Gerutu Bonia.
Setelah membereskan pakaian dan hiasan-hiasan kamar, Bonia menyapu seluruh ruangan dan mengepel seluruh lantai. Terkadang Bonia juga membersihkan debu yang menempel di photo-photo yang terpajang rapi di buffet ruangan.
“ Istirahat saja Bon, kamu pasti lelah. Jakarta ke Sibolga itu kan jauh, kamu tau sendiri berapa lama perjalanan kita”. Kata ayah Bella yang tengah terbaring di sofa yang cukup tua.
“ Enggak kok yah, Bonia gak capek. Bonia pengen lihat-lihat rumah nenek dulu, kangen. Kayak mimpi deh bisa tinggal di rumah nenek.” Jelas Bonia.
“ Bella gimana?”
“ Kayaknya dia udah bobok yah. Tapi Sibolga cukup panas ya yah, bisa hitam nih Bonia. Hehehehe,,,” cerutu Bonia.
“ hehehe,,, gak papalah Bon, siapa tau ada bule yang kecantol.” Balas ayah.
                                                               ***
Ayah, Bonia dan juga Bella berkumpul di meja makan setelah semua selesai sholat magrib. Bella cukup menikmati makan malam itu. Makan malam yang di masak oleh istri pak Budi yang dulunya menjaga dan merawat kebun kakao mereka.
“ masakannya enakkan? Ini di masak sama buk Ulfi istri om Budi” jelas ayah.
“ iya, persis kayak masakan mama.” Balas Bonia.
“ mama…” ucap Bella pelan.
“ udahlah, mari makan.!!! Oh iya, mulai besok kalian bisa langsung sekolah dan kuliah. Bella SMA swasta gak jauh kok dari sini. Nanti ayah yang anterin. Bonia kuliah di Universitas swasta juga, besok ayah antar. Jangan lupa jam delapan. Jangan terlambat di hari pertama kalian.” Ayah mencoba mengalihkan pembicaraan.
“ secepat itu?” Tanya Bella.
“ Yah, Bella kan sudah kelas tiga, harus bener-bener belajar sebelum ujian akhir”
“ huh..!” desuh Bella.
                                                               ***
Kijang hijau kembali melaju di jalanan. Kali ini Bella yang duduk di depan. Selama perjalanan matanya celingak-celinguk melihat keadaan kota Sibolga.
“ ada lautnya yah… keren. Weekend main yok!” seru Bella.
“ oke… Sekarang turun itu sekolah kamu. Enjoy your day Bella”. Kata sang ayah.
“ Lho, hari pertama ayah gak ikutan masuk? Bella gak kenal siapa-siapa ayah.” Gerutu Bella.
“ ayah harus mengantar kakakmu juga, udahlah… santai ajah. Kalau memang ada masalah telpon ayah. Oke..!”
Bella turun dari mobil dan kembali memasang muka kasihan agar sang ayah rela menemaninya masuk ke sekolah barunya. Tapi hal itu tak berhasil.
“ bye-bye Bella…” ledek Bonia.
                                                               ***
“ Huh, apa yang harus aku bilang nanti. Jahat banget sih si ayah. Udahlah gak usah masuk dulu, mending pergi ke pantai dulu ajah. Ayah juga gak akan tau.”
Bella meengurungkan niatnya ke sekolah hari ini. Dia sedikit takut untuk memasuki sekolah barunya itu. Dia lebih memilih pergi ke pantai meskipun dia tak tau jalan menuju pantai yang dia maksud.
Setelah letih berjalan yang cukup panjang. Bella berhenti di minimarket untuk membeli minuman. Dia bingung angkot yang mana yang harus di naiki sehingga memilih untuk jalan kaki. Ternyata pantai dari sekolah baru Bella cukup jauh, prediksi Bella salah. Dan dia mencoba beranikan diri untuk bertanya kepada pemilik minimarket.
“ maaaf bu, saya baru di kota ini. Jadi kurang tau arah jalan kalau mau ke Pantai. Apa ibu bisa kasih tau saya?” Tanya Bella dengan sopannya.
“ oh, pindahan dari mana kamu?” si ibu kembali bertanya.
“ dari Jakarta ibu.”
“ hem… jauh yo. Dari sini kamu naik angkot putih itu ajah. Bilang ke supir angkotnya mau ke Pantai. Tapi kalau pergi kesana jam segini kamu bisa ditangkap satpol PP dek. Ditambah lagi kamu memakai seragam sekolah.” Jelas si ibu.
“ begitu ya bu. Saya sebenarnya mau ke sekolah swasta yang dekat dengan rumah sakit umum itu bu, tapi saya sedikit gugup. Tapi setelah mendengar penjelasan ibu saya jadi takut. Bisa-bisa saya kena marah ayah.”
“ ya udah kamu pulang ajah. Bahaya berkeliaran saat jam sekolah karena kamu pakai seragam sekolah.
“kalau begitu saya pergi ya bu. Ini duit bayar minuman tadi”.
                                                               ***
Bella meraih handpone di tasnya. Dia berusaha menghubuni ayahnya agar di jemput dan menjelaskan semua. Meskipun ayahnya akan marah atas kebodohannya yang tak masuk di hari pertamanya.
Lima belas menit kemudian ayah Bella datang ke minimarket yang dijadikan Bella menjadi halte dadakan. Raut wajah ayah Bella agak sedikit cemberut tapi sepanjang perjalanan ayah Bella tak marah kepada Bella melainkan memilih diam seribu bahasa. Bella juga tak ambil pusing dengan masalah ini dia kembali mengotak-atik handphonenya dan kembali memasang headset yang menajdi barang penting dalam hidupnya saat ini.
                                                               ***
Bella tertidur pulas di sofa tua yang terpajang rapi di ruang tamu Masih tetap dengan headsetnya. Bella tertidur cukup lama. Dia terpaksa dibanguni Bonia karena azan magrib telah berkumandang. Bella bangun dari tidurnya dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambill air wudhu.
“kata ayah kamu tadi gak masuk ke sekolah kan?” Tanya Bonia ke Bella. Bella yang masih setengah mengantuk itu tak menjawab.
“ apa tuh yang dirambut kamu?” Bonia kembali bertanya, Bella memegangi rambutnya yang terurai sebahu itu.
“ apaan nih? Kak… apa nih di rambut aku.” Bella meminta Bonia untuk mengecek  rambutnya.
“ Ini permen karet Bella, kok bisa di  rambut kamu?” Bonia berusaha menarik permen karet yang tertempel di rambut Bella.
“ aduh… pelan donk!” rintih Bella.
“ kayaknya ini gak bisa ditarik, udah nyebar gitu. Terpaksa deh kamu potong rambut.” Nasehat Bonia.
“ what? Aku baru ajah pangkas rambut kak, ini baru sebahu. Mau pangkas gimana coba?” Tanya Bella setengah bingun.
“ pangkas pendek donk! Itu satu-satunya jalan. Pangkas ajah kayak Mitha The virgin atau Tina cewek tomboy asal Thailand itu.”
“ huh, masak harus kayak gitu kak. Gak ad ide lain?”
“ gak tau deh, soalnya permen karetnya ini lho, di tengah-tengah kepalamu. Wajib potong pendek.”
“ ya udah temeni pangkas donk kak, gak mungkin aku bobok pakek permen karet sialan ini”.
“ ya udah siap magrib kita pergi”.
                                                               ***
“ cakep! Mirip lho kayak Mitha. Cuma Mitha di pirang merah” ledek Bonia.
“ gak Lucu!” Bella masuk rumah dengan mempercepat langkahnya.
                                                               ***
Hari ini Bella kembali diantar ayahnya ke sekolah. Kali ini ayah Bella mengancam Bella tak akan memberi uang jajan jika Bella kembali nekat tak masuk sekolah. Namun dengan penampilannya yang berubah karena tragedy permen Karen nempel di rambutnya membuatnya terlihat seperti cewek tomboy. Gaya rambutnya yang mirip dengan Mitha vocalis The virgin yang terkenal dengan gaya tomboynya.
“ anak-anak. Hari ini kalian kedatangan murid baru, silahkan perkenalkan nama kamu.”
“ makasih bu, hai semua, perkenalkan nama saya Reyna Isabella, saya pindahan dari Jakarta. Sekarang saya tinggal di gang merdeka no 29.” Bella memperkenalkan dirinya dengan singkat.
Setelah memperkenalkan diri Bella duduk disamping Lusi karena Lusi hanya duduk sendiri. Lusi pun memperkenalkan dirinya kepada Bella dan disambut baik oleh Bella.
Bel istirahat berbunyi, Bella bingung entah kemana untuk menghabiskan waktu istirahat, Bella sendiri belum tahu letak kantin dimana. Sementara Lusi yang jadi teman sebangkunya telah lebih dahulu keluar meninggalkan ruangan kelas. Bella menarik tasnya dari laci untuk mengambil heatsetnya. Dengan sedikit mengotak-atik Handphonenya dan memasang headsetnya ke telinganya kepalanya kembali mangut-mangut mengikuti alunan lagu “ Good Bye Baby” dari Miss A girlband korea itu.
Ternyata Bella merasa bosan sendrian di kelas yang hanya ditemani dengan music-musik yang bersumber dari Handphonenya itu. Dia mencoba keluar ruangan dan berkeliling melihat wiyatamandala SMA barunya itu.
Bella berhenti di taman sekolah dan duduk dibawah pohon yang dia sendiri tak tahu nama pohon itu. Dari kejauhan Bella melihat seorang cewek tengah dilabrak oleh sekelompok gang yang tak dia kenal sama sekali. Ditampar, disiram air mineral, dan rambutnya ditarik oleh sekelompok gank itu. Bella merasa iba melihat kejadian itu dan dia mencoba mendekat.
“ kenapa beraninya keroyokan?” Bella angkat bicara hingga membuat salah satu dari gank itu terkejut dan mendekati Bella.
“ siapa kamu? Berani banget ikut campur urusan kami?” kata cewek yang sedikit lebih tinggi dari Bella itu. Sepertinya dia adalah ketua kelompok gank itu karena dari tadi anak buahnya mengikuti perintah yang ia katakan.
“ aku memang gak kenal siapa kalian, tapi masih zamannya main keroyokan kayak di sinetron-sinerton atau Ftv itu. Kampungan…!” ejek Bella.
“ apa sih??? Anak baru ya? Pantesan? Gaya  loe tuh yang tengik, jangan sok tomboy loe” kata si cewek mulai emosi.
Bella tak menghiraukan omongan ketua gank itu dan menarik tangan gadis itu memapahnya berjalan menuju pohon yang disinggahinya sebelum datang kepertunjukan tak seberapa tadi.
“ ayo ikut aku.” Kata Bella, dan si cewek itu hanya mengangguk.
                                                               ***
“ kamu siapa? Kenapa kamu mau menolong aku? Dan… sepertinya aku gak pernah deh lihat kamu. Tarishca, panggil Icha ajah.” Jelas si cewek yang baru saja ditolong Bella.
“ aku pindahan dari Jakarta, nama aku Rey…” belum siap bella menyebutkan namanya ccewek yang bernama Icha  itu langsung memotong perkataan Bella.
“ kamu dari Jakarta. Wah… kok mau pindah ke kota kecil kayak gini? Siapa tadi nama kamu. Rey ya?” Tanya Icha.
“( Rey? Boleh juga tuh nama, sekolah baru, nama baru juga gak papa. Hahaha) batin Bella. “ ya… Rey!” jawab Bella.
                                                               ***
Esok harinya Bella pergi sendirian dengan menaiki angkot, karena ayah Bella mulai fokus berkebun sehingga tak mau lagi mengantarkan Bella dan Bonia ke sekolah dan kampus. Satu sisi itu agar melatih kedua putrinya itu untuk mandiri dan mulai terbiasa dengan kehidupan mereka sekarang.
Sesampainya di sekolah, Bella kembali melihat Icha dikeroyok oleh sekelompok gank itu. Seperti hari kemarin Bella kembali melong Icha, tapi sepertinya hari ini Icha berbeda seperti kemarin. Wajahnya sangat pucat dan menyimpan berjuta dendam kepada sekelompok gank itu, sehingga ia tak sempat berterimakasih kepada Bella yang kembali menjadi super hironya untuk kedua kali.
Bella berusaha mengejar Icha, karena dompetnya terjatuh saat dia berlari ke kelasnya. Bel bunyi menandakan berakhirnya jam istirahat. Di kelas Bella berusaha mencari informasi kepada Lusi mengenai Icha agar ia bisa mengembalikan dompet yang bukan miliknya itu. Lusi panjang lebar menjelaskan sesosok Icha kepada Bella.
“ Icha itu adalah seorang yang kaya, kamu lihat sendirikan dia cantik, dia juga pinter lho, dia jago banget main gitar acoustic. Pastilah semua orang iri padanya. Terutama Rabel ketua kelompok gank Hunter itu, padahal mereka itu tinggal satu gang  lho, jarak rumah mereka hanya 200 meter. Rabel sebenarnya juga anak orang kaya, Cuma dia selalu merasa tersaingi dengan Icha.” Jelas Lusi panjang lebar.
“ kalau masalah cowok? Apa merekaa pernah rebutan?” Tanya Bella penasaran.
“ setau aku sih gak pernah. Oya ini alamat rumah Icha. Kamu anterin ajah dompetnya ke rumah dia. Mama papanya baik lho.” Sambung Lusi. (3)
                                                               ***
Bella beridi mununggu angkot di depan gerbang sekolahnya setelah bel panjang menandakan pulang berbunyi. Tetapi Bella tetap saja berdiri tanpa mau menaiki angkot-angkot yang lewat di depannya. Memang, angkot-angkot itu selalu penuh oleh anak SMA yang juga hendak pulang layaknya Bella. Bella masih saja berdiri berharap ada angkot yang kosong atau tidak penuh sesak seperti tadi. Sementara jam telah menunjukkan pukul 4 sore. Kali ini Bella tak ada pilihan lain, Bella tetap menaiki angkot yang betul-betul sesak hingga ia terpaksa duduk berhempit-hempitan.
Sesampai di rumah Bella langsung mengeluh kepada ayahnya. Dia merengek minta di beliin sepeda motor agar dia tak lagi naik angkot tiap kali ke sekolah atau pulang sekolah. Jelas saja ayah Bella tak bisa memenuhi permohonan putrinya ini. Ayah Bella tak mampu membeli sepeda motor dengan keadaan seperti ini. Ayah Bella menjelaskan tentang keadaan ekonomi mereka kepada Bella sedetail mungkin dan ayah Bella sangat berharap agar Bella bisa mengerti dan tak menambah pikiran ayahnya itu.
Bella bisa menerima alasan ayahnya dan pergi meninggalkan ayahnya memasuki kamarnya meski harus menghantamkan pintu kamarnya itu. Keadaan itu terntaya membuat Bella tertidur pulas sampai dia terbangun saat matahari telah kembali menunjukkan jati dirinya.
                                                               ***
Sepulang sekolah Bella tak langsung pulang ke rumah, dia singgah ke rumah Icha. Bella harus mengembalikan dompet Icha yang terjatuh karena mungkin Icha membutuhkan dompetnya.
Bella tercengang melihat rumah Icha yang mewah. “ waw… rumahnya keren, bahkan lebih keren dan luas dari rumah mewah aku waktu di Jakarta dulu” batinnya.
Bella mengetuk pintu mewah itu dan tak berapa lama Bella menunggu, pintu itu telah di buka oleh pembantu Icha.
“ cari siapa?”
“ Icha ada? Saya temannya.” Jawab Bella.
“ Icha lagi tak mau diganggu neng, kalau ada pesan kasih tau sama saya saja, nanti saya sampaikan.”
“ oh… ini dompetnya Icha, kemaren terjatuh waktu dia berlari, bilang dari Bella ya, eh bukan dari Rey.”
                                                              
Bella pun meninggalkan rumah Icha. Namun langkahnya terhenti setelah mendengar ada yang memanggilnya. Bella membalik badannya dan melihat sesosok lelaki paruh baya yang mungkin adalah ayahnya Icha.
“ silahkan duduk. Kamu temannya Icha ya?” Tanya ayah Icha dengan ramahnya.
“ ya om, saya temannya Icha. Masih baru sih, saya pindahan dari Jakarta baru 4 hari tinggal di Sibolga om.” Jawab Bella.
“ pantesan.” Kata ayah Bella pelan.
“ apanya om?”
“ saya tidak mengerti apa yang terjadi pada Icha, setiap pulang sekolah dia selalu menangis. Saya dan mama Bella berencana untuk memindahkannya sekolah, namun sepertinya itu hal yang tak mungkin karena hanya sebentar lagi ujian nasional.”
“ terus mengapa om memanggil saya?”
“ begini, Icha tak pernah mengajak temannya main ke rumah lagi. Katanya semua temannya yang ada di sekolah diancam oleh Rabel sehinnga tak satupun yang berani berteman dengan Icha.”
“ jadi???” Bella  memandang mata ayah Icha dan sebaliknya ayahnya Icha juga memandang mata Bella. Sepertinya dengan tatapan saja Bella telah mengerti.
“ saya akan bayar kamu berapapun yang kamu minta, atau menuruti apapun yang kamu mau. Asal anak saya bisa merasa aman sampai tamat SMA.
“ apapun?”
“ ya Apapun… kalau kamu mau, cukup sampai akhir September ini saja bagaimana? ”
Bella berpikir sejenak ini adalah hal terbodoh yang pernah dijumpainya. Bagaimana mungkin aku berteman dan mendapatkan upah. Teman macam apa aku ini. Berpikirlah secara logika Bella, kau bisa meminta om yang kaya ini membelikkanmu seperda motor sehingga tak usah bersusah payah lagi naik angkot ke sekolah.
“ OK. DEAL…”
                                                               ***
Bella menerima penawaran ini. Dan Bella juga menceritakan hal ini kepada Bonia.
“ Apa? Kamu gila ya?” reaksi Bonia.
“ Mau gimana lagi, ayahnya kok yang minta. Lumayankan, minggu depan aku dapat motor matic, gak usah naik angkot lagi ke sekolah.”
“ Apapun alasanmu, itu tetap gila Bella”
“ Whatever deh, yang jelas aku udah tanda tangan kontrak, Cuma sampai September kok. Oke kak… Wake up me when September ends
                                                               ***
Tampaknya Bella dan Icha semakin akrab. Dan Bella semakin menikmati hari-harinya dengan Icha. Meskipun mereka berbeda ruang kelas tapi mereka selalu tampak bersama setiap kali istirahat.
Dan Bella juga berhasil melindungi Icha dari serangan dan gangguan gank gila yang diketuai Rabel. Rabel semakin memendam dendam kepada Icha, dan bukan hanya Icha tapi dendamnya kini menular ke Bella.
Itu membuat Bella semakin tumbuh menjadi seorang yang tomboy dengan gaya rambutnya yang mendukung. Setiap hari dia selalu tampak seperti bodyguardnya Icha yang selalu melindungi Icha. Icha juga merasa aman di dekat Bella.
Icha sering mengajak Bella main ke rumahnya. Dengan itu ayah Icha bisa melihat sendiri bahwa dia tidak salah mengontrak Bella untuk jadi teman bayaran Icha.
                                                               ***
Satu Bulan pun berlalu. Tampaknya Bella berhasil di bulan pertamanya dan dia telah mendapat upah sebuah motor matic. Dan mulai memasuki bulan berikutnya.
Hari ini Icha mengajak Bella ke rumahnya lagi dan kali ini Icha mengajak Bella ke kamarnya. Icha ingin menunjukkan koleksi-koleknya kepada Bella.
“ sebenarnya kamar bagi aku adalah hal yang paling privasi, hanya aku dan mama yang boleh masuk kamar aku.”
“ terus mengapa kau membawa aku ke kamarmu?”
“ aku ingin menunjukkan koleksi-koleksiku padamu.
Ternyata Icha menyukai The Virgin tampak sekali dari seriap barisan poster yang di pajang rapi di dinding kamarnya, dan disetiap sudut kamarnya terdapat gitar-gitar acostic kesayangnnya.
Icha mengambil salah satu gitarnya dan mulai memainkan sebuah lagu perdana The virgin Cinta terlarang yang diciptakan oleh Mitha gitaris band itu.
Di akhir lagu Bella memberi tepuk tangan yang meriah.
“ keren, kamu jago banget mainnya. Kamu suka The virgin ya? Gilak banyak banget posternya.”
Icha tak langsung menjawab, Icha masih saja memandangi gitarnya.
“ iya,,, aku suka sama The virgin. Aku suka padanya karena dia jago banget main gitarnya. Jujur karena itu tak lebih.”
“ oh,,, I see”
“ dan, aku juga suka kamu Rey.” Icha berjalan mendekati Bella dan meraih tangan Bella. “ aku suka kamu, rasa sayang muncul setelah kedekatan kita. Aku harap kau mengerti dan hargai perasaan aku. Rey, kamu maukan jadi pacarku?”
“ what??? Maaf, aku gak bisa. Aku masih normal. Jangan salah artikan gaya dan rambutku yang kelihantannya tomboy. Aku… aku benar-benar gak bisa.. sumpah aku gak bisa.”
“ Kenapa??? Kenapa??? Bukankah ayahku telah membayarmu jika kau mau berteman denganku? Aku akan membelikanmu mobil apa saja yang kau mau jika kau mau jadi pacarku.”
“ Icha….”
Bella berlari pulang tanpa mampu berkata apa-apa.
Setelah kejadian itu tak ada lagi Bella dan ICha yang seperti biasa. Icha selalu menatap sinis Bella setiap kali mereka berselisih jalan atau saat di kantin. Bella selalu mencoba menghindar setiap kali ada ICha. Itu membuat Tanya oleh seisi sekolah.
                                                               ***
Bella benar-benar dihantui rasa bersalah. Dia merasa jadi orang paling stupid tiap kali mengingat perkataan Icha. Dari mana ICha tau kalau dia dibayar oleh ayahnya. Ayahnya tak mungkin membuka rahasia mereka. Sedangkan ayah Bella sendiri bertanya-tanya dari mana datangnya sebuah morot matic milik Bella. Tapi Bella mampu menyimpan rahasia dengan mengatakan itu di pinjakan oleh temannya.
Satu-satunya orang yang mengerti Bella adalah Bonia. Bonia menjelaskan masalah adiknya itu. Dan mencoba memberikan solusi.
“ minta maaflah… kembalikan aapa yang telah diberi ayah Icha padamu. Setidaknya itu membuktikan kalau kau tulus berteman dengan Icha.” Saran Bonia.
“ Tapi kak, dia suka sama Rey, eh,,, sama Bella. Itu yang membuat aku ilfil. Aku masih normal, permen karet sialan itu yang merubah rambut aku seperti cewek tomboy”.
“ temui dia dan coba jelaskan, selebihnya itu terserah kamu. Kamu bisa saja hindari dia, setidaknya kamu telah minta maaf dan tak akan dihantui oleh rasa bersalah lagi”.
                                                               *** (4)
Nasehat yang disarankan Bonia dipatuhi Bella. Bella pergi ke rumah Icha untuk menemuai ayahnya saat Icha tak dirumah. Ayah Icha mengerti dan tatap memberikan sepeda motor itu untuk Bella. Bella tetap saja menolak, baginya jika ia menerima berarti ia tetap berhutang kepada ayah Icha.
Setelah ayah Icha berhasil ditemui Bella. Kali ini dia memberanikan dirinya untuk bertemu dengan Icha. Sepulang sekolah, Bella berdiri di depan pintu kelasnya Icha. Saat Icha keluar dari kelas, Bella menarik tangan Icha dan mengiringnya ke taman.
“ terserah kamu mau nganggap aku apa Cha, yang jelas aku benar-benar minta maaf. Aku tau aku salah, benar-benar salah. Aku berharap kau mau memafkan aku.”
Icha memeluk Bella. Icha menagis.
“ aku tau, ini salah ayah aku, aku juga minta maaf. Dan terima kasih untuk semua Bella.”
“ Bella?”
“ Bella is your nick name, am I right?”
Bella mengangguk.
“ aku akan memaafkanmu jika kau penuhi satu hal?”
 ( Bella menelan ludah menunggu syarat Icha)
“ jauhi aku anggap kita tak pernah saling kenal”
“ oke,,, I’ll try it.
                                                               ***
Setelah itu tak ada lagi Icha, tak ada lagi Bella yang seperti dulu. Semuanya kembali seperti semula. Dan Rabel dengan ganknyaa kembali dengan aksinya.
“ I was wake you up before september ends Rey.. hahahaah…” ledek Bonia.
“ kakak……………….”
                                                               ***
                                                               The End.





0 komentar:

Posting Komentar