Tidak,
aku tidak menunggu siapapun. Meskipun kelihatannya aku masih tetap duduk disini
seperti menunggu kamu. Tapi tidak, aku tidak sedang menunggu.
Sedari
tadi aku duduk di kursi tua depan rumahku, melihat setiap orang yang
berlewatan. Dan sesekali aku menebar senyumku saat mereka yang ku kenal juga
melewati rumahku.
Sebenarnya,
aku tak ingin mengingatmu. Tapi kamu selalu saja hadir setiap aku sendiri
apakah itu karna aku benar-benar mencintaimu aku sendiri tidak tau.
Disini,
kursi ini menjadi kursi favoritmu setiap kali bertandang ke rumahku. Tawamu yang pelit, bicaramu yang manja
menari-nari di otakku itu sebabnya kamu selalu hadir di pikiranku.
Aku
jadi ingat, saat pertama kau datang ke rumahku. Dengan gaya rambut barumu yang
sengaja aku suruh. Hm… entah mengapa saat itu aku ingin melihatmu dengan rambut
gondrong seperti actor-aktor Korea kebanyakan, dan kamu sama sekali tak menolak
keinginanku.
Aku
hampir tak mengenalmu dengan gaya rambut seperti itu. Tapi detak jantung yang
sama tetap aku rasakan saat di dekatmu seperti dulu saat kamu dan aku pertama
kali bertemu. Ini memang kamu, lelaki pilihanku yang kujadikan pacar bagiku.
Kamu
tau gak sih, aku itu sayang sama kamu. Tapi entah mengapa setiap mengingatmu
aku serasa ingin mengangis. Aku takut, aku takut terjadi sesuatu yang aku pun
tau tahu itu apa. Aku takut kamu berubah, aku takut kamu pergi, aku takut kamu
gak jadi milikku lagi, aku, aku benar-benar takut. Tapi rasa ketakutan itu
selalu aku simpan, aku tak ingin kau mengetahuinya.
Bagiku
kamu itu luar biasa. Apa karna aku menyanyangimu aku sendiri tidak tahu. Tapi
memang benar apa yang mereka katakan. Tapi seandainya itu tak pernah terjadi.
Tapi hidup adalah pilihan, aku juga tak tau apakah nanti aku akan memilihmu,
atau kau tak akan memilihku.
Tapi
bukankah itu cinta? Saat aku tak tau alasan yang tepat jika ada yang menanyakan
padaku mengapa aku mencintaimu. Bukankah cinta saling melengkapi kekurangan
dengan kelebihan yang kita miliki?
Kamu
ingat gak? Saat kita pergi melihat matahari terbenam, menunggu saat-saat
matahari mencium bumi, yang hilang dibalik gunung seperti tenggelam ke dasar
laut. Saat itu kau genggam tanganku. “Jangan pernah tinggalin aku ya” suaramu
begitu lembut, pelan aku sendiri hampir tak mendengarnya. Tapi bagaimana
mungkin aku tak mendengar, sebuah kalimat pendek yang bermakna luar biasa itu
terlihat seperti janji. Yang aku tahu janji adalah hutang dan hutang harus
dibayar. Aku seakan ragu untuk meengatakan “Iya, oke, pasti” atau apalah kata
yang mampu mengiyakan kata-katamu itu. Dan anggukan kepalalah yang aku pilih
untuk menjawabnya.
Tapi
sadarkah kamu, terkadang ada kata-kata yang mungkin kau tak sengaja untuk kau
katakan tapi kata-kata itu telah membuatku sedikit ragu untuk tetap bersamamu.
Aku telah katakan bagiku kamu luar biasa, hebat dengan semua kemandirianmu.
Rasa hormat yang kau miliki kepada sang ibumu itu cukup mewakilkan perasaanmu bahwa
kau tak ingin menyakiti hati seorang wanita. Rasa ini begitu tulus untukmu. Dan
kau harus tau itu.
Meskipun
kau tak bersamaku nanti. Tidak, mengapa aku mengatakan itu. Tapi itu kata
hatiku, jujur aku menginginkan seseorang yang lain yang menjadi pendampingku
kelak. Tapi, tapi aku tak tau dia siapa.
Sebelum itu semua
terjadi, aku ingin menikmati setiap detik bersamamu. Kenangan indah yang tak
akan terganti oleh siapapun. Aku tak sanggup menyakitimu, rasa yang ku punya
begitu tulus. Bagiku, bicara tentang cinta adalah bicara tentangmu. Kamu adalah
arti cinta yang ku punya.
0 komentar:
Posting Komentar